Halooo halo bandung...
Ibukota periangaan...
Sudaah lama beta...
Tidak berjumpa dengan kau
Sekarang...
Telah menjadi lautan api..
Mari bung rebut kembali!!

Itulah sepenggal lagu Halo-halo Bandung yang sudah kita hafal semenjak jaman SD. 
Dulu, bandung lautan api.
Sekarang, bandung penuh memori.
Setahun tinggal di Bandung, sungguh meninggalkan banyak jejak dalah hidupku.
Mulai dari keindahannya maupun hal-hal lain yang kurang menyenangkan.
Pengalamanku tertabrak motor di bandung, tidak serta merta membuat kenangan pahit itu menutup kenangan manis lainnya.
Namun, bandung.
Kota besar dengan masalah klasik.
Macet.
Banjir.
Sampah.
Maupun pengamen-pengamen jalanan yang ikut berdesak-desakan di dalam angkot.
Sungguh merupakan gambaran dinamika sebuah kota besar yang nyata.
Salah satu masalah klasik yang ada di bandung adalah kemacetan.
Untuk seseorang yang bertempat tinggal jauh dari kampus, masalah ini tentu sangat mengganggu.
Jalanan seakan-akan tidak akan puas menyuguhkan kemacetan pada pengendaranya. Mereka secara estafet menggulirkan kendaraan demi kendaraan yang berdesak-desakan.

Siapa yang salah disini?
Jalanan yang tak kunjung melebar?
Pengendara yang semakin membludak?
Atau pemerinta yang kurang memberikan sarana yang layak?

Apa salah jalanan itu. Mungkin mereka sedang diet sehingga tidak mau melebar. Mereka seperti perempuan-perempuan basic yang ingin kurus, tinggi, langsing. Namun, mereka sudah susah payan melayang-layang di atas pengendara demi berkurangnya kemacetan.

Pengendara yang membludak?
Ah.. Sekarang mobil dan motor semakin hari semakin murah. Siapa pula yang tak ingin membeli mobil. Biar dikata tajir. Biar dikata berduit. Padahal hanya menambah kemacetan saja.

Sarana transportasi yang kurang? YA! merekalah penyebabnya! Mereka harus dimusnahkan segera!

Komentar

Postingan Populer